Kita Solusi atau Masalah


Kehidupan arus bermasyarakat tidak akan pernah stabil, seperti filosofi Budha “Pada hakekatnya semua yang ada di dunia ini adalah ketidak tetapan”. Sebutan ketidak tetapan pada filosofi diatas adalah penunjukkan bahwa kehidupan di dunia ini tidak akan pernah statis atau stabil, semuanya akan berubah dan berubah. Damai tidak akan berlangsung terus menerus, pada suatu waktu kedamaian itu akan bergeser menjadi kekacauan, begitu juga kekacauan tidak akan pernah tetap menjadi kekacauan. Karena banyak orang menyebutkan setelah ada chaos maka cosmos akan muncul.
Filosofi islam juga menyebutkan, di balik kesusahan, Allah pasti akan menghadirkan kemudahan, melalu ini setidaknya ada beberapa yang dapat kita ambil, diantaranya, jangan pernah menyerah atau berputus asa. Pertama yang harus kita lakukan adalah usaha, setelah usaha maka tambahlah usahamu, selain itu kita harus tetap berdoa karena kekuasaan dan kejadian semuanya di dunia ini yang menentukan adalah Dzat yang Maha berkuasa. Dan jika usaha dan doa kita ternyata tidak berhasil maka tawakkal lah yang harus kita lakukan.
Dunia sebenarnya adalah perkara simple, jika ada usaha kemudian doa tapi ternyata keberhasilan tidak memihak kita maka tawakkal lah yang harus kita lakukan. Banyak filosof yang juga menyebutkan bahwa kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. Tapi tidak selamanya keberhasilan ada karena sebelumnya terjadi gagal. Ada keberhasilan yang tanpa memalui jalan gagal, mungkin karena keberuntungan. Dan perlu kita ingat, di dunia ini tidak ada yang namanya keberuntunga, yang ada hanyalah pertemuan antara perencanaan dan kesempatan menghasilkan zat yang sering kali kita sebut sebagai factor “lucky”. Keberuntungan bukanlah hal alami, melainkan sebuah proses yang mempertemukan persiapan perencanaan kita dengan kesempatan.
Banyak juga yang tetap bersikukuh bahwasanya keberuntungan adalah sebuah factor. Tak apalah kita mengharapkan sebuah keburuntungan tapi yang perlu dilakukan sebelumnya adalah kita sudah berusaha dan berdoa. Setelahnya baru mengharap hal itu.
Kembali ke permasalahan yang kita bahas di awal tulisan. Setelah kekacauan akan tercipta keteraturan (after chaos will cosmos). Apakah semua itu benar? Belum pasti kan, sebenarnya pandangan chaos dan cosmos ini diambil dari saudara kita di barat sana. Khususnya doktrinasi berpikir materialism cetusan Marx yang sekaligus juga membentuk paham komunisme.
Sebagai umat Islam, kita harus pandai-pandai menyaring semua aspek yang ada disekitar untuk dimasukkan ke dalam pikiran. Tapi dalam islam sendiri juga jelas terlihat bahwa ada hal yang serupa dengan doktrinasi chaos cosmos itu, yaitu. Setelah kesusahan maka akan ada kemudahan. Begitu juga dengan pandangan salah satu pahlawan emansipasi wanita yaitu Kartini yang menyeruakkan buku dengan judul “Habis gelap terbitlah terang”. Banyak yang serupa dengan paham chaos cosmos itu, seperti yang sudah disebutkan diatas. Untuk masalah siapa yang menjadi penjiplak atau yang meng-create-kan pandangan itu tidak perlu kita cari. Karena akan menghabiskan waktu tentunya.
Satu hal yang perlu kita pahami kenapa ada pandangan seperti tersebut diatas adalah agar kita senantiasa tetap berpikir positif menghadapi kesulitan yang menerpa kita. Bukan berarti juga setelah system itu hancur maka akan timbul sebuah keteraturan. Kalau tambah hancur gimana???...
Meski pandangan-pandangan di atas terlihat mirip, tentunya ada sedikit perbedaan yang membedakan masing-masing mereka.
Kalau dalam Islam dan Kartini kita tak seharusnya menyerah ketika ada kesulitan. Tapi kalau dalam pandangan Budha, Kesulitan dan kemudahan adalah hal wajar yang akan menyertai tiap kelahiran di dunia ini, jadi jika kita susah jangan terlalu susah dan jika kita senang jangan pernah lupa.
Tapi jika paham chaos dan cosmos, ketidak-enakannya adalah sedikit mengarahkan pemikiran penganutnya bahwa kita harus menghancurkan system kemudian mengaturnya lagi. Hal inilah yang mungkin saja menginspirasi Hitler, Mussolini, Bonaparte, Stalin dan kawan-kawannya melakukan pemberontakan baik dalam skala negaranya sendiri atau skala dunia. Sehingga perang dunia kedua tak terbendung lagi.
Memang ada benarnya ketika kita berpaham seperti itu, tapi ada hal yang lebih mulia yang bisa kita anut, “jika ingin menciptakan sebuah kedamain(keteraturan) tidak akan bisa melalui jalan peperangan(pemberontakan), yang ada hanya menyisakan dendam untuk pemberontakan di kemudian hari”.
Jika ingin menjadi pemimpin yang baik, kita harus belajar gaya kepemimpinan Muhammad SAW.
Dalam pembahasan lain akan dijelaskan tentang kepemimpinan Muhammad SAW.
Kita dituntut untuk bisa membedakan yang mana yang benar dan yang mana yang salah, karena kita punya akal.
Kita dituntut untuk bisa membedakan yang mana yang baik dan yang mana yang buruk, karena kita punya budi. Dan,
Kita dituntut untuk bisa membedakan yang mana yang tepat dilakukan dan yang mana yang tidak tepat dilakukan, karena kita punya Nurani.
Inilah banyak keistimewaan yang diberikan oleh Dzat yang Maha Agung kepada Manusia. Tidak seperti makhluk lain yang kadang hanya dibekali dengan naluri atau nafsu atau akal saja.
Akal, Budi dan Nurani adalah produk-produk bikinan gen dan lingkungan. Sedangkan Naluri adalah warisan dari Lobus temporal atau yang lebih kita kenal dengan sebutan otak reptile.
Melihat hal tersebut tak heran jika ayat yang pertama kali diturunkan di dunia ini menyuruh manusia untuk membaca, yang generalisasinya adalah belajar.
Permasalahan gen tidak bisa kita rubah, karena itu adalah factor keturunan yang termaktub dalam sebuah pilinan DNA(Deoksiri bonukleat Asam) dalam tiap inti sel dalam tubuh manusia. Teori ini banyak dipercayai zaman bahuela dulu. Tapi baru-baru ini penelitian yang diungkapkan oleh prof. dari jepang menyebutkan. Tiap orang memiliki hampir semua varian gen, hanya saja kenapa orang bisa bersifat seperti ini atau seperti itu adalah karena sifat itu adalah tampilan gen yang aktif. Sementara ada gen yang tidak aktif alias dorman yang masih belum diperintah. Dan tentunya kalau gen itu diperintah untuk hidup maka setidaknya akan mempengaruhi sikap kita kemudian.
Kita pandang dari sudut pandang lainnya, jika saja gen itu bisa kita aktifkan maka kita kan memiliki keluaran yang berbeda dari yang sebelumnya, oke, mungkin kita bisa menerima ini. Tapi pertanyaannya? Bagaimanakah cara mengaktifkan gen yang dorman atau tidur tersebut?
Inilah yang harus kita formulasikan sendiri. Yang pasti semuanya bisa berubah.
Lalu factor berikutnya yang mempengaruhi adalah factor lingkungan. Kenapa factor lingkungan demikian sakralnya sehingga turut berperan dalam pergerakan akal, budi, naluri dan nurani? Jawabannya sederhana sekali. Karena “tresno jalaran soko kulino”. Jika kita dibiasakan berpikir seperti itu, pertama apa yang dibiasakan tadi akan berbenturan dengan prinsip hidup kita. Kemudian kedua, ketiga dan seterusnya prinsip hidup kita akan sedikit bergeser karena kita “kulino” berbenturan dengan yang dibiasakan itu. Sebagaimana kita ingat, batu yang keras dan kuat sekalipun akan berlubang jika terus menerus ditetesi air, permasalahannya hanya waktu.
Jadi salah satu hal yang bisa kita lakukan adalah pilih-pilih lah lingkungan kita, kita bisa saja bermaksud untuk merubah lingkungan tersebut. Tapi tentunya kita harus menyiapkan amunisi yang kuat baik dari pribadi ataupun massa kita. Mirip dengan perkataan salah satu orang yang kita kagumi bersama, “jika kita ingin merubah system, maka kita harus memiliki kuasa dalam system itu”. Bagaimana jika kita tidak memiliki kuasa? Maka kita harus mendapatkkan kuasa, dengan cara apa? Dengan mencoba mendapatkan massa untuk pengadaan kudeta berikutnya”
Tapi itu bukanlah sikap kesatria, itu adalah sikap pecundang. Yang berani bokong tapi tak berani rai.
Jadi pilih  mana, kita jadi pecundang atau kita jadi pemenang.
Terserah kita.

0 komentar:

Posting Komentar